foodagogik

View Original

Membangun sistem pangan yang berpusat pada anak untuk Indonesia Maju

Kalau bukan anak bangsa ini yang membangun bangsanya, siapa lagi?

– B.J. Habibie

Photo by Visual Karsa / Unsplash

Indonesia sedang dalam transisi masif menuju posisinya sebagai negara maju. Salah satu dari lima sasaran visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2025-2045 dalam mendukung pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045 adalah “Daya Saing Sumber Daya Manusia Meningkat”. Mengacu pada laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) tentang Global Competitiveness Report Special Edition 2020: How Countries are Performing on the Road to Recovery, memperkuat daya saing sumber daya manusia (SDM) sebagai pendorong utama kemakmuran dan produktivitas ekonomi berarti mengembangkan pendidikan selama dua dekade pertama dan memastikan individu mampu mempertahankan kesehatan yang baik sehingga mereka memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan.

Dalam konteks anak, hal ini berarti meningkatkan investasi dini yang mempengaruhi penurunan jumlah anak yang mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang akibat asupan gizi yang tidak optimal, seperti tubuh pendek (stunting) (21,6%), gizi kurang (wasting) (7,7%), berat badan kurang (underweight) (17,1%), gizi lebih (overweight and obesity) (3,5%), dan anemia pada remaja putri (32%). 

Bagi kami, Visi Indonesia Emas 2045 sudah selayaknya dicapai sembari menghilangkan status Indonesia sebagai salah satu negara yang menghadapi tiga beban masalah gizi atau yang dikenal sebagai triple burden of malnutrition.

Apa peran sistem pangan disini?

Sistem pangan merupakan seluruh kegiatan serta rangkaian aktor di bidang pangan dan pertanian, seperti produksi, pengumpulan, pengolahan, distribusi, konsumsi, dan pembuangan produk pangan. Keputusan yang diambil pada tahapan ini memiliki dampak terhadap sektor terkait (ie, kesehatan masyarakat dan kesehatan ekosistem), dan khususnya terhadap populasi rentan seperti anak.

Sebagai contoh, penelitian tentang praktik produksi pangan menunjukkan bahwa produksi pangan yang beragam dapat menghasilkan keragaman pangan (dietary diversity), yang dikaitkan dengan kecukupan mikronutrien yang lebih baik dan kemampuan untuk menurunkan stunting pada anak. Dari perspektif distribusi, lingkungan pangan (food environments) (eg, kantin, warung, restoran, gerai cepat saji, dan pedagang kaki lima) juga berkontribusi pada akses dan pilihan pangan anak: Semakin besar jumlah pangan sehat yang tersedia di lingkungan anak, semakin tinggi pula kemungkinan konsumsi pangan sehat tersebut di antara mereka.

Di Indonesia, keanekaragaman hayati yang berlimpah selayaknya dapat mendukung pengadaan sistem pangan lokal dan regional yang beragam dan kaya mikronutrien.

Sayangnya, program pangan dan pertanian yang dibentuk sampai hari ini masih mengusung kacamata makro (ie, nasional) yang bergantung pada impor dan berpusat pada produksi segelintir komoditas bernilai ekonomi tinggi dengan penggunaan sumber daya alam intensif dan mutu gizi rendah, seperti beras, jagung, kedelai.

Impor, perdagangan, dan produktivitas tidak selalu berarti buruk; tetapi, status gizi anak di Indonesia menunjukkann bahwa masih terdapat ruang untuk mengoptimalkan sistem pangan kita sehingga dapat mendukung pembangunan SDM yang sehat dan produktif.

Membangun sistem pangan yang berpusat pada anak membutuhkan transformasi yang menyeluruh. Ini berarti memprioritaskan kebutuhan dan hak anak di setiap tahapan dalam sistem pangan dari produksi hingga pembuangan produk pangan.

Bagaimana bentuk sistem pangan yang berpusat pada anak? Di mana letak anak dalam sistem pangan? Bagaimana kita bisa memposisikan mereka secara efektif untuk mengatasi tantangan sistem pangan yang berdampak pada mereka?

Mengenal sistem pangan yang berpusat pada anak

Kerangka kerja Innocenti dari UNICEF tentang sistem pangan untuk anak dan remaja dapat membantu menjawab beberapa pertanyaan di atas. Kerangka kerja ini memprioritaskan kebutuhan diet anak dan remaja, mengakui peran penting nutrisi, dan bertujuan untuk meningkatkan nutrisi secara keseluruhan bagi anak dan remaja dalam jangka panjang.

Sumber: The Innocenti Framework for food systems and children's and adolescents' diets (UNICEF 2019)

Secara garis besar, kerangka kerja Innocenti menunjukkan bagaimana pola makan anak dibentuk oleh lima penggerak (drivers) (kuning) dan empat penentu (determinants) (searah jarum jam: hijau, merah jambu, jingga, biru). 

Penggerak (drivers) adalah faktor dasar yang mempengaruhi fungsi sistem pangan, yang perlu diimplementasikan agar sistem pangan dapat menyediakan pangan yang bergizi, aman, terjangkau, dan berkelanjutan. Penggerak tersebut adalah:

  1. Penggerak Demografis (demographic drivers), yang terdiri dari urbanisasi, pertumbuhan populasi, migrasi;

  2. Penggerak Sosial dan Budaya (social and cultural drivers), yang terdiri dari norma, tradisi, dinamika sosial.

  3. Penggerak Politik dan Ekonomi (political and economic drivers), yang terdiri dari kepemimpinan, kebijakan, perdagangan;

  4. Penggerak Biofisik dan Lingkungan (biophysical and environmental drivers), yang terdiri dari perubahan iklim, pengelolaan sumber daya alam; dan

  5. Penggerak Inovasi dan Teknologi (innovation and technological drivers), yang terdiri dari teknologi, infrastruktur, investasi.

Sementara, penentu (determinants) mewakili proses dan kondisi dalam sistem pangan yang diperlukan untuk meningkatkan pola makan anak, yang meliputi:

  1. Rantai Pasokan Pangan (food supply chain), yang mencakup proses produksi hingga pembuangan limbah dan menawarkan peluang untuk meningkatkan zat gizi sumber pangan serta status gizi anak;

  2. Lingkungan Pangan Pribadi (personal food environments), seperti akses, daya beli, dan kemudahan individu atau rumah tangga dalam memilih sumber pangan;

  3. Lingkungan Pangan Eksternal (external food environments), yang mempengaruhi ketersediaan, harga, pemasaran, dan sifat produk yang tersedia di pasar ritel, sekolah, dan penjual lainnya;

  4. Perilaku Pengasuh, Anak, dan Remaja (behaviours of caregivers, children and adolescents), yang meliputi praktik seputar pengadaan, persiapan, pengawasan, dan konsumsi makanan untuk anak dan remaja. 

Keempat penentu ini berinteraksi satu sama lain dan saling memperkuat dan diperkuat melalui hubungan umpan balik (ditunjukkan dalam garis bergaris). Misalnya, perilaku orang tua sebagai pengasuh anak dalam memilih dan menyediakan bekal makanan dipengaruhi oleh lingkungan pangan pribadi, seperti akses dan daya beli terhadap bahan pangan. Di sisi lain, perilaku dan preferensi orang tua dan anak dapat pula mempengaruhi ketersediaan produk makanan di lingkungan pangan eksternal, yang berperan terhadap permintaan konsumen dan ikut mempengaruhi rantai pasok pangan. 

Mengatasi malnutrisi melalui pembangunan sistem pangan yang berpusat pada anak

Meskipun Indonesia telah mengalami tren yang menurun pada prevalensi stunting selama 10 tahun terakhir, angka hari ini masih belum sesuai dengan target yang diinginkan (14% pada tahun 2024). Begitu pula dengan target penurunan kondisi kesehatan lainnya, seperti gizi kurang (wasting), berat badan kurang (underweight), gizi lebih (ie, berat badan berlebih dan obesitas), serta anemia pada remaja putri, yang masih belum menjadi perhatian meskipun mengalami stagnasi atau bahkan tren yang meningkat.

Mengacu pada kerangka kerja Innocenti di atas, permasalahan terkait status gizi dan pola makan anak seperti yang sedang dihadapi Indonesia saat ini terlihat saling berkaitan dengan berbagai elemen penggerak dan penentu. Tidak heran apabila isu malnutrisi tetap membandel; dengan sumber permasalahan yang bersifat kompleks dan multifaktorial, mudah untuk mengembangkan intervensi yang tidak bertahan lama dan tidak tepat sasaran.

Disini lah pemikiran sistem pangan dapat menjadi bermanfaat.

Pemikiran sistem pangan (food systems thinking) memungkinkan pemahaman dan penerapan intervensi gizi dan kesehatan yang dinamis, luas, dan sistematis karena gagasannya secara inheren menghargai keterhubungan (ie, intervensi atau kebijakan apapun yang menangani satu bagian dari sistem akan berdampak pada bagian lainnya).

Karena anak dan remaja bergantung pada pihak lain untuk kebutuhan pangan mereka, alangkah baiknya apabila pembangunan sistem pangan yang berpusat pada anak diawali dengan mengikutsertakan peran tiap elemen sistem pangan (dari produksi hingga pembuangan) serta aktor di bidang pangan lainnya. 

1) Memperkuat kapasitas pengasuh (Penentu #4 Innocenti)

Mengatasi malnutrisi yang kompleks dan dinamis membutuhkan upaya multisektoral yang mengedepankan kepentingan anak. Identifikasi aktor utama dalam sistem pangan yang berkaitan langsung dengan anak, seperti orang tua, pengasuh, guru, administrator sekolah, penjual makanan, dan tenaga kesehatan sangatlah penting untuk memastikan bahwa anak berada dalam naungan pengasuh yang mendukung pemenuhan gizi mereka.

Bagi para pengasuh, memperkuat kapasitas untuk pembangunan sistem pangan yang berpusat pada anak berarti memperhatikan praktik seputar pengadaan, persiapan, pengawasan, dan konsumsi makanan untuk anak dan remaja, serta menuntun perilaku pangan anak melalui contoh dan tindakan.

Apakah pangan yang ada di sekitar anak sudah cukup bergizi, aman, dan terjangkau? Berapa besar proporsi pangan sehat yang dikonsumsi oleh anak dalam satu minggu? Jenis produk pangan apa yang Anda beli dan konsumsi di rumah? Mengajukan pertanyaan seperti ini dapat membantu pengasuh untuk melihat kembali praktik dan perilaku pangan saat ini dan melihat titik yang perlu dioptimalkan di masa depan.

2) Menciptakan lingkungan yang mendukung (Penentu #3 Innocenti)

Praktik dan perilaku pangan juga dipengaruhi oleh lingkungan pangan eksternal, seperti ketersediaan, harga, pemasaran, dan sifat produk yang tersedia di pasar ritel, sekolah, dan penjual lainnya.

Untuk produk yang tersedia di pasar ritel, lingkungan pangan yang mendukung akan sangat bergantung pada penetapan dan penegakkan standar pemasaran produk pangan oleh pemerintah dan pelaku industri pangan yang sesuai untuk anak dan remaja. Kepentingan untuk membangun daya saing SDM yang sehat menyajikan peluang besar bagi pelaku industri pangan untuk menyediakan pilihan produk pangan untuk anak dan remaja yang kaya akan gizi serta rendah gula, garam, dan lemak.

Di sekolah, lingkungan pangan yang mendukung dapat dicapai melalui pengadaan makanan bergizi di kantin sekolah (school feeding/lunch/meal program), dengan catatan bahwa menu yang disediakan dapat mencukupi kebutuhan gizi anak dan remaja yang beragam dan tidak memperburuk kondisi kesehatan lainnya (eg, berat badan berlebih, obesitas, defisiensi gizi mikro).

Aspek penting lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pengadaan makanan di sekolah adalah sirkularitas dan keberlanjutan: Pengadaan pangan melalui integrasi kebun pangan dalam kurikulum, membeli hasil tani dari petani setempat, dan kerjasama dengan industri untuk makanan cepat saji akan menghasilkan dampak yang berbeda terhadap jenis lingkungan pangan anak, hubungan anak dengan pangan, serta kesadaran anak terhadap lingkungan. Lingkungan pangan yang mendukung dari pemikiran sistem pangan akan dapat memenuhi tidak hanya kebutuhan gizi anak tetapi juga sektor dan aspek lain dalam kegiatan pangan.


3) Menutup lingkaran pangan yang menguntungkan anak (Penentu #1 Innocenti)

Optimalisasi kegiatan di seluruh rantai pasok pangan juga akan turut mendukung tercapainya sistem pangan yang berpusat pada anak. 

Sebagai contoh, edukasi bagi orang tua dan pengasuh tentang zat gizi sumber pangan serta status gizi anak akan lebih efektif dan dapat dicapai lebih cepat apabila disertai dengan peningkatan produksi pangan bergizi, penjaminan kualitas pangan baik, dan kemudahan akses terhadap pangan tersebut. Keterlibatan anak dalam produksi pangan bergizi juga penting untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketertarikan, dan keterampilan mereka terhadap topik yang berkaitan dengan pangan (lihat catatan di atas tentang school feeding program). 

Tantangan dalam distribusi pangan dapat diatasi dengan memperpendek rantai pasok pangan, ie, menyempitkan tahapan dan siklus produksi dengan pembuangan produk pangan melalui lokalisasi atau regionalisasi pangan. Hal ini dapat dilakukan melalui produksi di tingkat rumah tangga, sekolah, dan lingkungan sekitar, yang telah terbukti mengurangi biaya penyimpanan, meningkatkan kesegaran pangan, serta mendukung ketahanan pangan dalam masa krisis.

Seluruh penentu harus berjalan bersandingan agar tercapai keseimbangan antar elemen sistem pangan. 


4) Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan penelitian

Melakukan kajian dan penelitian jangka pendek dan panjang untuk memastikan kesesuaian sistem pangan yang akan dibangun dengan tren pola konsumsi dan kebutuhan gizi anak menjadi kunci utama dalam memaksimalkan potensi pembangunan sistem pangan yang berpusat pada anak. 

Penelitian kuantitatif, yang melihat dinamika antar status gizi dengan elemen sistem pangan lainnya (eg, hubungan malnutrisi dengan sosiodemografi, budaya, dan politik), dapat menjadi topik utama untuk memahami interaksi antar penggerak dan penentu dalam lingkungan anak.

Penelitian kualitatif, di mana anak dan remaja menjadi subjek dan responden dalam penelitian, perlu diprioritaskan untuk memahami proses pengambilan keputusan anak dan remaja dalam memilih makanan (eg, tampak, rasa, lingkungan, dan seterusnya), serta faktor lain yang mempengaruhi pemilihan tersebut. 

Selain itu, studi tentang pengaruh pemasaran pangan (food marketing) terhadap preferensi dan pilihan makanan anak dan remaja juga perlu dilakukan. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi penting bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan kondisi nyata anak dan remaja. Upaya untuk meneliti dan mengembangkan produk pangan olahan (ultra-processed foods atau UPF) yang lebih bergizi juga perlu dilakukan untuk populasi rentan, seperti anak dan remaja yang tinggal di daerah terpencil dan/atau berada di daerah krisis. 

Strategi dengan pemikiran sistem pangan di atas dapat membantu menciptakan lingkungan pangan yang mendukung dan mendorong kebiasaan makan sehat pada anak dan remaja, mengurangi prevalensi malnutrisi, dan mempersiapkan generasi penerus bangsa yang lebih sehat dan sejahtera.

Hari Anak Nasional 2024 dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” menjadi momentum yang tepat untuk menyerukan pentingnya transformasi sistem pangan berkelanjutan dan berpusat pada anak. Transformasi ini dapat menjadi langkah signifikan dalam melindungi generasi penerus bangsa Indonesia dari masalah gizi dan ancaman krisis iklim, serta memastikan mereka bertumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan Indonesia Maju.

References:

  1. Sustainable Food Systems: Concept and framework (2018) Food and Agriculture Organization of the United Nations. Available at: https://openknowledge.fao.org/server/api/core/bitstreams/b620989c-407b-4caf-a152-f790f55fec71/content (Accessed: 23 July 2024). 

  2. UN/DESA Policy brief #102: Population, Food Security, Nutrition and Sustainable Development | Department of Economic and Social Affairs (2021) United Nations. Available at: https://www.un.org/development/desa/dpad/publication/un-desa-policy-brief-102-population-food-security-nutrition-and-sustainable-development/ (Accessed: 23 July 2024). 

  3. The climate crisis is a child rights crisis (2023) UNICEF. Available at: https://www.unicef.org/media/105376/file/UNICEF-climate-crisis-child-rights-crisis.pdf (Accessed: 23 July 2024). 

  4. Nurhasan, M. et al. (2021) ‘Linking food, nutrition and the environment in Indonesia: A Perspective on Sustainable Food Systems’, The Center for International Forestry Research and World Agroforestry [Preprint]. doi:10.17528/cifor/008070. 

  5. Buku Saku Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 (2022) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Available at: https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/4855/3/Buku%20Saku%20SSGI%202022%20rev%20270123%20OK.pdf (Accessed: 23 July 2024). 

  6. França, F.C. et al. (2022) ‘Food environment around schools: A systematic scope review’, Nutrients, 14(23), p. 5090. doi:10.3390/nu14235090. 

  7. UNICEF and GAIN (2019) ‘Food Systems for Children and Adolescents: Working Together to Secure Nutritious Diets’, UNICEF [Preprint]. doi:https://doi.org/10.36072/cp3. 

  8. Indonesia (no date) Global Nutrition Report | Country Nutrition Profiles - Global Nutrition Report. Available at: https://globalnutritionreport.org/resources/nutrition-profiles/asia/south-eastern-asia/indonesia/ (Accessed: 23 July 2024). 

  9. Fox, E.L. and Timmer, A. (2020) ‘Children’s and adolescents’ characteristics and interactions with the food system’, Global Food Security, 27, p. 100419. doi:10.1016/j.gfs.2020.100419. 

  10. Story, M., Nanney, M.S. And Schwartz, M.B. (2009) ‘Schools and obesity prevention: Creating school environments and policies to promote healthy eating and physical activity’, The Milbank Quarterly, 87(1), pp. 71–100. doi:10.1111/j.1468-0009.2009.00548.x. 

  11. Oostindjer, M. et al. (2016) ‘Are school meals a viable and sustainable tool to improve the healthiness and sustainability of children´s Diet and food consumption? A cross-national comparative perspective’, Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 57(18), pp. 3942–3958. doi:10.1080/10408398.2016.1197180. 

  12. Ruel, M.T. and Alderman, H. (2013) ‘Nutrition-sensitive interventions and programmes: How can they help to accelerate progress in improving maternal and child nutrition?’, The Lancet, 382(9891), pp. 536–551. doi:10.1016/s0140-6736(13)60843-0. 

  13. Scaglioni, S., Salvioni, M. and Galimberti, C. (2008) ‘Influence of parental attitudes in the development of children eating behaviour’, British Journal of Nutrition, 99(S1). doi:10.1017/s0007114508892471. 

  14. Ponce-Blandón, J.A. et al. (2020) ‘Effects of advertising on food consumption preferences in children’, Nutrients, 12(11), p. 3337. doi:10.3390/nu12113337. 

  15. Sato, P. de et al. (2022) ‘“I like the One with minions”: The influence of marketing on packages of ultra-processed snacks on children’s food choices’, Frontiers in Nutrition, 9. doi:10.3389/fnut.2022.920225. 

  16. Pedoman Teknis pengawasan Periklanan Pangan olahan (2016) Badan Pengawas Obat dan Makanan. Available at: https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/pedoman/Pedoman-Teknis-Pengawasan-Periklanan-Pangan-Olahan.pdf (Accessed: 23 July 2024). 

  17. Berezowitz, C.K., Bontrager Yoder, A.B. and Schoeller, D.A. (2015) ‘School gardens enhance academic performance and dietary outcomes in children’, Journal of School Health, 85(8), pp. 508–518. doi:10.1111/josh.12278. 

  18. The Ellen MacArthur Foundation (No date) Food and the circular economy. Available at: https://www.ellenmacarthurfoundation.org/food-and-the-circular-economy-deep-dive (Accessed: 23 July 2024). 

  19. Fanzo, J. (2023) ‘Achieving food security through a food systems lens’, Resilience and Food Security in a Food Systems Context, pp. 31–52. doi:10.1007/978-3-031-23535-1_2. 

  20. Walton, S., Hawkes, C. and Fanzo, J. (2023) ‘Searching for the essential: Exploring practitioners’ views on actions for re-orienting food systems towards healthy diets’, Global Food Security, 37, p. 100687. doi:10.1016/j.gfs.2023.100687. 

  21. Fanzo, J. and Davis, C. (2021) ‘Global Food Systems, diets, and nutrition’, Palgrave Studies in Agricultural Economics and Food Policy [Preprint]. doi:10.1007/978-3-030-72763-5. 

  22. Waliczek, T.M., Bradley, J.C. and Zajicek, J.M. (2001) ‘The effect of school gardens on children’s interpersonal relationships and Attitudes Toward School’, HortTechnology, 11(3), pp. 466–468. doi:10.21273/horttech.11.3.466. 

  23. Skelly, S.M. and Bradley, J.C. (2007) ‘The growing phenomenon of school gardens: Measuring their variation and their affect on students’ sense of responsibility and attitudes toward science and the environment’, Applied Environmental Education & Communication, 6(1), pp. 97–104. doi:10.1080/15330150701319438. 

  24. Davis, J.N., Spaniol, M.R. and Somerset, S. (2015) ‘Sustenance and sustainability: Maximizing the impact of School Gardens on Health Outcomes’, Public Health Nutrition, 18(13), pp. 2358–2367. doi:10.1017/s1368980015000221. 

  25. Hunter, D., Borelli, T. and Gee, E. (2020) Biodiversity, Food and Nutrition: A New Agenda for Sustainable Food Systems. Abingdon, Oxon: Routledge. 

  1. World Economic Forum, Schwab, K. and Zahidi, S. (2020) The Global Competitiveness Report Special Edition 2020 how countries are performing on the road to Recovery Klaus schwab;saadia zahidi. Cologny/Geneva: World Economic Forum.Sugar and Beverages (no date) Food and Agriculture Organization. Available at: https://www.fao.org/4/Y4343E/y4343e05.htm (Accessed: 18 July 2024).