Orang muda dan potensi bangkitnya kedaulatan pangan Indonesia

“Terdengarkah itu olehmu wahai Angkatan Baru? 

Rebut gelanggang lapang di sinar terang!

Engkau raja zamanmu!”

— St. Takdir Alisjahbana

Hari Kebangkitan Nasional diperingati oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya pada tanggal 20 Mei. Tahun ini, tema yang diusung adalah “Bangkit untuk Indonesia Emas”. Indonesia emas adalah visi jangka panjang Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah dengan harapan bahwa pada tahun 2045 Indonesia menjadi negara maju. Satu dari empat pilar visi tersebut adalah “pembangunan ekonomi yang berkelanjutan” dengan pemantapan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani menjadi salah satu aspeknya. 

Mengangkat semangat orang muda yang dirintis oleh Boedi Oetomo untuk memperjuangkan kedaulatan bangsa Indonesia pada tahun 1908, kami ingin mengajak seluruh orang muda untuk berpikir lebih dari ketahanan pangan dan mulai mempertimbangkan kedaulatan pangan sebagai motor utama pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Visi kebangkitan nasional dan kedaulatan pangan

Kedaulatan pangan adalah hak suatu negara atas pangan yang mandiri. Kedaulatan pangan sewajarnya mencerminkan seluruh aktivitas rantai pasok pangan seperti produksi, distribusi, dan juga konsumsi pangan negara yang dilakukan dari tingkat lokal hingga nasional, serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan setempat. 

Kedaulatan pangan telah terbukti penting dalam menjamin stabilitas suatu negara. Hal ini terlihat ketika Indonesia dihadapkan dengan krisis pangan global yang terjadi pada tahun 2008, ketika permintaan pangan dunia meningkat 2% menjadi 2.1 juta ton dan tidak dapat terpenuhi sumber pangan pokok dengan adanya penurunan stok pangan dunia yang juga sebesar 2%, atau ketika Indonesia mengalami efek disruptif pandemi Covid-19, dimana hampir seluruh dunia mengalami kelangkaan pangan dan berpotensi menyebabkan bencana kelaparan. Pendek kata, kedaulatan pangan berarti mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan impor dan, apabila dirancang dengan tepat, dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat serta melestarikan budaya dan ekosistem lokal.

Krisis orang muda dalam sektor pangan

Namun, ketertarikan orang muda terhadap sektor pangan dan pertanian kian menurun.

Sektor pertanian memiliki peran yang vital dalam kedaulatan pangan Indonesia, bukan hanya sebagai sumber inti dari produksi dan ketersediaan pangan, melainkan juga sebagai modal alam (natural capital) yang berperan dalam regenerasi lahan. Dari aspek sosioekonomi, sektor pertanian juga merupakan sumber mata pencaharian sekitar 28% pekerja di Indonesia, terutama untuk masyarakat di pedesaan. Sayangnya, sejarah lama pembaharuan generasi petani, termasuk transfer pengetahuan, lahan, dan aset pertanian antargenerasi, tidak lagi menjadi populer. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti penurunan profit sektor pertanian dan lemahnya pasar akibat pengendalian oleh korporasi besar, yang menjadi tantangan bagi kemampuan pertanian keluarga kecil dan menengah untuk bertahan. Kenaikan pesat harga lahan dan ketidakpastian kepemilikan lahan pertanian juga menurunkan keterjangkauan serta minat kaum muda untuk bertani.

Meskipun sektor pertanian masih menjadi penyerap tenaga kerja orang muda terbanyak di Indonesia, yaitu lebih tinggi daripada sektor lain seperti perdagangan dan manufaktur, jumlah petani di Indonesia telah mengalami penurunan dari 41,3 juta orang menjadi 38,22 juta orang pada tahun 2020.

Dari jumlah tersebut, satu dari lima orang petani sudah berumur lebih dari 60 tahun.

Hal ini menunjukkan ancaman akan menurunnya regenerasi orang muda dalam sektor pertanian, melihat bahwa dalam satu generasi, proporsi petani utama dengan umur di bawah 35 tahun berkurang separuhnya, sedangkan mereka yang berusia lebih dari 55 tahun meningkat dua kali lipat. 

Suka tidak suka, persepsi keseharian kita untuk menentukan jenis pekerjaan dipengaruhi oleh kombinasi berbagai faktor, baik internal (tingkat pendidikan, pengalaman, jenis kelamin) maupun eksternal (sosialisasi orang sekitar, status kepemilikan lahan, stigma sosial). Seperti halnya ketika persepsi orang tua yang tidak ingin anaknya ‘melanjutkan’ beban hidup bertani mempengaruhi semakin tingginya angka petani yang mengirimkan keturunannya untuk sekolah dan mencari kehidupan ‘lebih baik’ di tempat lain. Akibatnya, pengetahuan dan pengalaman bertani lintas generasi serta hilangnya lapangan kerja di sektor produksi pangan semakin berkurang dan perlahan menghilang. Dengan umur rata-rata petani yang semakin tua, muncul kekhawatiran bahwa sektor pertanian akan semakin tidak produktif. 

Tapi, sektor pangan tidak hanya mencakup aspek produksi.

Aspek produksi dalam sistem pangan memang penting, namun regenerasi dalam menentukan pengolahan, distribusi, maupun pola konsumsi makanan juga tidak kalah penting untuk membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan minat orang muda untuk berkontribusi dalam pencapaian kedaulatan pangan.

Globalisasi dan tingginya akses informasi tanpa batas meningkatkan paparan orang muda terhadap berbagai macam jenis pangan dan olahan dari negara lain, yang lambat laun juga mempengaruhi budaya pangan kita.

Sisi negatifnya, kebiasaan dan budaya baru tersebut (nutrition transition) berdampak pada ditinggalkannya sumber pangan lokal dan produk turunannya, yang juga memiliki dampak pada kesehatan dan status gizi kita serta keseimbangan ekologis.

Di sisi lain, paparan tersebut dapat menjadi inspirasi kita untuk berpikir kreatif dan menemukan cara dan inovasi baru dalam mengolah, mengemas, hingga memasarkan pangan lokal sehingga lebih sesuai dengan kebiasaan dan selera masyarakat yang terus berkembang.

Jadi, bertani atau tidak bertani?

Kami ingin mengajak seluruh teman orang muda untuk mengenal dan ikut terlibat di dalam sektor pangan dan merealisasikan kedaulatan pangan untuk membangun visi Indonesia Emas 2045.

Inilah saatnya orang muda memegang kendali untuk mengubah stigma profesi petani yang kotor, tidak menjanjikan, dan terpinggirkan, menjadi suatu profesi yang keren, modern, dan berdaya. Kesulitan dan ketidakpastian yang identik dengan profesi petani dapat dijadikan bahan bakar dalam pemecahan masalah yang bukan hanya meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi juga kedaulatan pangan. Solusi yang dapat ditawarkan tidak sebatas memperbaiki praktek bertani itu sendiri, namun melihat pula dari kacamata bisnis, penggunaan teknologi, kemajuan pengetahuan, dan perubahan perilaku. 

1) Startups, bring it on! 

Kehadiran banyak startup agroteknologi, seperti TaniHub, e-Fishery, Crowde, dan Habibi Digital, menjadi contoh bagaimana inovasi orang muda dapat mengintegrasikan kemajuan teknologi dengan pemberdayaan sektor pangan. Dalam meningkatkan praktek produksi, penggunaan automasi dan sensor untuk kemudahan monitoring proses produksi pangan dapat menjadi solusi dalam meminimalisir risiko gagal panen. Dalam aspek lainnya, mereka juga dapat menjembatani aktor dalam sistem pangan untuk mendapatkan modal atau dalam menyederhanakan rantai pasok sehingga pelaku produksi mendapatkan profit yang lebih sesuai. 

2)  #kembalikedesa

Pandemi Covid-19 banyak membawa perubahan pada cara bekerja masyarakat perkotaan, seperti dalam mengadopsi sistem kerja dari rumah atau sistem hybrid. Memungkinkannya sistem kerja remote membuat ketertarikan dan fenomena orang muda untuk kembali ke desa terus bermunculan. Hal ini dapat berdampak baik ketika adanya pertukaran ilmu dan pengalaman yang didapat di kota dengan praktik baik dan kearifan lokal yang ada di desa. Ekosistem ini dapat menjadi wadah munculnya solusi kreatif yang belum terpikirkan sebelumnya bila masyarakat desa dan perkotaan hidup dalam lingkarannya masing-masing. 


3) Tren berkebun dan bertani di kalangan milenial

Konten berkebun dan kehidupan pedesaan cukup banyak terdokumentasikan melalui konten sosial media, seperti di akun Instagram milik @bbqmountainboys dan @mahayanagroup yang memperlihatkan berkebun sebagai bagian dari gaya hidup trendi yang bergaya dan keren, bahkan menjadi sumber penghasilan utama. Selain itu, banyak pula kelas-kelas berkebun yang ditawarkan dengan kemasan menarik dan interaktif bagi orang muda maupun anak-anak, seperti yang ditawarkan oleh Kebun Kumara. Peserta dapat diajarkan beberapa teknik menanam sayur, pengomposan, sampai beternak ayam. 

4)  Sociopreneurship era

Konsep sociopreneurship banyak bermunculan di kalangan orang muda, dimana kewirausahaan bukan hanya digunakan untuk memecahkan suatu kasus bisnis tertentu, melainkan juga mencoba menyelesaikan isu sosial dan lingkungan di sekitarnya. Seperti contohnya Javara yang menjadi wadah berbisnis bagi petani, nelayan, maupun pengrajin makanan lokal Indonesia dalam memperkuat produknya dan memfasilitasi pemasaran ke ranah nasional maupun internasional, terutama untuk sumber pangan yang mulai terlupakan. Sekolah Seniman Pangan (sebagai bagian dari Javara) sebagai pusat edukasi yang melatih petani di tingkat desa untuk topik kewirausahaan.

Selain itu, Agradaya menjadi contoh sociopreneur yang menggunakan keahliannya di bidang teknologi pangan dalam mengembangkan bisnis rempah dan herba yang diproses secara lokal. Bukan hanya berperan dalam meningkatkan daya saing herba dan rempah lewat teknologi pemrosesan yang modern, tetapi juga menjunjung aspek fair trade dan agroforestry yang lebih berkelanjutan.

Peran dan ekosistem pendukung orang muda dalam kedaulatan pangan

Orang muda merupakan input dan output dari visi kedaulatan pangan.

Sebagai input, orang muda memiliki kemudahan dalam mengakses pengetahuan, berjejaring, dan memunculkan inovasi, yang menjadi penting untuk meningkatkan kualitas pangan. Sebagai output, keterlibatan orang muda dalam sektor pangan dan pertanian juga menjadi salah satu parameter meningkatnya persepsi positif terhadap sektor terkait yang lekat dengan atribut kenaikan taraf hidup petani, kepastian hidup di masa mendatang dengan bekerja di dalam sektor pangan, dan prospek sektor pangan sebagai jenjang karir yang menjanjikan. 

Tetapi orang muda tidak bisa bergerak sendiri. Keterlibatan orang muda akan memerlukan dukungan dari berbagai macam sektor, seperti:

1) Kebijakan pemerintah

Kebijakan pangan yang lebih berpihak pada petani dan pengusaha kecil menengah sangat dibutuhkan, terutama dalam perlindungan terhadap ancaman impor yang dapat menurunkan kepastian harga. Dukungan kebijakan untuk meningkatkan akses terhadap investasi dan fasilitas dalam peningkatan kapasitas dalam konteks keberlanjutan juga tidak kalah penting dalam meningkatkan produktivitas maupun efisiensi dalam sistem pangan. Sudah waktunya untuk kebijakan pemerintah mulai mendorong terciptanya penguatan diversifikasi pangan lokal sebagai sumber pangan utama di tiap daerah di Indonesia dengan kondisi biofisik dan budaya makan yang beragam. 


2) Kolaborasi dan inovasi antar sektor pendidikan

Perlunya peningkatan program dan promosi yang dilakukan oleh institusi pendidikan di dalam sektor pangan, terutama dalam peningkatan kualitas penelitian dan prestasi akademis. Kolaborasi antar sektor pangan dan pertanian dengan sektor pendidikan, seperti melalui program kebun sekolah atau pengabdian masyarakat ke desa untuk topik pangan yang beririsan dengan sektor lain (kesehatan, ekologi, budaya, marketing, bisnis, dan lain sebagainya), dapat meningkatkan paparan orang muda dengan sektor pangan sejak dini. Selain itu, kolaborasi antar disiplin juga dapat saling mengisi perbedaan pengetahuan sehingga dapat menjamah masyarakat yang lebih luas lagi. Sebagai contoh, hasil penelitian tentang literasi pangan menemukan bahwa mahasiswa di luar bidang kesehatan memiliki tingkat literasi gizi yang lebih rendah. Dengan kolaborasi mahasiswa di bidang lain, seperti komunikasi dan marketing, kita dapat memanfaatkan penggunaan berbagai macam platform media yang tersedia untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai pangan bergizi. 

Salah satu contoh yang sudah dilakukan institusi pendidikan untuk mendorong adanya inovasi di bidang pangan adalah pelaksanaan kompetisi. Dari kompetisi tersebut bermunculan beberapa inovasi seperti penemuan aplikasi pengelolaan sampah makanan yaitu Pangan Hero, inovasi pengolahan bahan makanan dari cangkang telur dalam rupa kudapan lidah kucing, merubah bentuk jajanan tradisional gethuk dari makanan basah menjadi keripik, dan masih banyak lagi. Wadah seperti ini tidak hanya memfasilitasi munculnya purwarupa inovasi di bidang pangan, melainkan juga sebagai wadah berjejaring yang memungkinkan orang muda untuk saling berjejaring dengan rekan sejawat, investor, maupun dengan pasar itu sendiri. Jika praktek baik ini dapat berhasil direplikasi dan diperluas, pelibatan orang muda melalui strategi-strategi ini dapat membantu 5,6 juta orang muda yang menganggur di Indonesia.


3) Mengintegrasikan pemahaman ‘sistem’ untuk sektor pangan

Untuk memahami seluk-beluk sistem pangan dengan sepenuhnya, sangat penting untuk mengenali kegiatan rantai pasok lain diluar aspek pertanian dan produksi.

Sistem pangan secara lebih luas memiliki atribut yang meliputi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta penyangga keberlanjutan lingkungan. Dengan melihat pangan sebagai sebuah sistem yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain, kita dapat meningkatkan efisiensi produksi pangan dan tanggung jawabnya terhadap kesehatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan di seluruh rantai pasok. Selain itu, pendekatan secara sistem dari sisi konsumsi dapat didorong dengan meningkatkan promosi dan produksi pangan lokal yang bergizi, didukung oleh bukti ilmiah dan strategi pemasaran yang relevan di zaman sekarang, sehingga memudahkan adopsi pangan lokal tersebut secara luas dan berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Kesadaran akan kedaulatan pangan dimulai dari diri sendiri. Melalui tulisan ini kami ingin mengajak sesama orang muda untuk merefleksikan makanan kita hari ini. Ini merupakan panggilan untuk mengenal panganmu. Perhatikan piringmu dan tanya: Darimana ia berasal? Bagaimana ia bisa sampai ke tempat ini? Berapa lama dibutuhkan untuk tumbuh? Apa yang membuat harganya murah atau mahal? Apakah makanan ini mendukung atau bertentangan untuk kesehatan saya? Sesekali, coba yuk merasakan pengalaman bertani, sentuhlah tanah dengan kedua tanganmu, dan pahami panganmu dengan lebih dalam. Bersiaplah untuk terkejut oleh banyaknya pengetahuan dan inovasi yang bisa diperoleh dari proses ini.

 

References:

  1. Food sovereignty (no date) USFSA. Available at: https://usfoodsovereigntyalliance.org/what-is-food-sovereignty/ (Accessed: 27 May 2024). 

  2. BAPPENAS (2019) Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur

  3. Abdullah, S. et al. (2018) Laporan Kajian Persepsi Generasi Muda Atas Pangan & Pertanian. Bogor: Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP). 

  4. Ketahanan Pangan, COVID-19, Dan Perubahan Iklim (2021) Pojok Iklim. Available at: http://pojokiklim.menlhk.go.id/read/ketahanan-pangan-covid-19-dan-perubahan-iklim (Accessed: 27 May 2024). 

  5. Fenton, A., Oke, S. and MacInnis, J. (2021) Who Will Feed Us? New Farmer Perspectives On Agriculture For The Future. National Farmers Union (NFU). 

  6. Rigg, J. et al. (2019) ‘Who will tend the farm? interrogating the ageing Asian farmer’, The Journal of Peasant Studies, 47(2), pp. 306–325. doi:10.1080/03066150.2019.1572605. 

  7. Ngadi, N. et al. (2023) ‘Challenge of Agriculture Development in Indonesia: Rural Youth Mobility and aging workers in agriculture sector’, Sustainability, 15(2), p. 922. doi:10.3390/su15020922. 

  8. Ciptakan inovasi Gettook, Michael Maju Lomba Pemuda pelopor nasional (2022) Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta. Available at: https://warta.jogjakota.go.id/detail/index/22261 (Accessed: 27 May 2024). 

  9. Pangan hero: Upaya Inovatif Berbasiskan Teknologi Dalam Mengelola sampah Makanan Untuk Menciptakan Ketahanan Pangan di Indonesia menuju sdgs 2030 - Berita: Bem Fakultas Psikologi (2023) http://bem-fpsi.umm.ac.id/. Available at: https://bem-fpsi.umm.ac.id/id/berita/pangan-hero-upaya-inovatif-berbasiskan-teknologi-dalam-mengelola-sampah-makanan-untuk-menciptakan-ketahanan-pangan-di-indonesia-menuju-sdgs-2030.html (Accessed: 27 May 2024). 

  10. Teknologi Pangan upgris raih Juara Pesta Muda 2022 (2022) Fakultas Teknik dan Informatika. Available at: https://fti.upgris.ac.id/teknologi-pangan-upgris-raih-juara-pesta-muda-2022/ (Accessed: 27 May 2024). 

  11. Ambarwati, A. et al. (2023) ‘Youth and agriculture in Indonesia’, Becoming A Young Farmer, pp. 303–335. doi:10.1007/978-3-031-15233-7_11. 

  12. Our journey (2022) JAVARA INDIGENOUS INDONESIA. Available at: https://javara.co.id/our-journey/ (Accessed: 27 May 2024). 

  13. About Us (no date) Agradaya. Available at: https://www.agradaya.id/about/ (Accessed: 27 May 2024). 

  14. Sadikin, D.A. (2021) ‘Nutrition literacy proportion differences among regular undergraduate students in Universitas Indonesia year 2021’, Amerta Nutrition, 5(2SP), p. 38. doi:10.20473/amnt.v5i2sp.2021.38-44.

Previous
Previous

Ending the tobacco epidemic and creating smoke-free generations

Next
Next

Good for heart, great for earth: Managing hypertension while safeguarding the planet